Thursday 23 April 2015

Weton

Oleh Akhmad Fatoni

Pada suatu malam, saya sempat mengobrol dengan teman saya di sanggar KAJ. Obrolan itu saya rasa menarik dan akhirnya saya memilih menuliskannya agar bisa bermanfaat buat orang banyak. Semoga. Obrolan itu berbicara tentang salah satu kearifan lokal. Weton.Ya, di Jawa ada tradisi weton atau lebih dikenal dengan pasaran Jawa. Namun hal itu kian tertepiskan, sehingga generasi saat ini sudah luput dengan weton. Dan hal itu membuat generasi saat ini tidak bisa menghitung dino pasaran (pasaran Jawa). Di mana dino pasaran bagi orang Jawa merupakan pusat dari poros kehidupan. Ya, itulah yang membuat orang Jawa eleng lan waspodo.

Namun karena generasi muda Jawa saat ini sudah tidak tahu weton, otomatis sudah tidak memperhatikan sakralitas atau rambu-rambu dalam melangkah. Segala hal yang dilakukan hanya bertumpu pada logika. Padahal dalam dunia ini ada yang namanya mikrokosmos dan makrokosmos. Di mana dalam makrokosmos itu terdapat beragam mikrokosmos yang saling berkaitan dan bekerjasama satu sama lain. Lha, weton adalah salah satu mikrokosmos tersebut.

Lantas apa hubungannya dengan insiden kecil saya kemarin? Titik temunya yakni weton kecelakaan yang terjadi kemarin. Bila dilihat dari weton (dino pasaran), saya jatuh kemarin pada hari Selasa Kliwon (pasaran dalam Jawa selain Kliwon, Legi, Pahing, Pon, dan Wage). Pasaran itu dikait-ikutkan dengan dino (hari dalam seminggu), sehingga bila digabung kedua unsur tersebut disebut dino pasaran, semisal Senin Pahing, Selasa Pon, Rabu Wage, Kamis Kliwon, atau Jumat Legi. Dino pasaran hanya terjadi sekali dalam sebulan, misal Senin Pahing, maka dalam bulan Maret ini hanya ada 1 Senin Pahing. Hal itu dalam Jawa disebut dengan pendhak.

Obrolan dengan kawan saya tadi, bermula dari ingatan atas pesan dari ibunya. Di mana ibunya mengingatkan weton kali pertama dia kecelakaan. Dan ketika kawan saya itu kecelakaan lagi, ternyata ditelisik juga terjadi di weton yang sama. Hal itu, tidak diberitahukan si ibu kepada kawan saya itu. Entah dengan alasan apa. Namun saya mengira, pemutusan itulah yang membuat tradisi Jawa saat ini tidak berlanjut ke generasi muda saat ini. Namun kawan saya itu akhirnya diberitahu ketika terjadi kecelakaan untuk yang kali ketiga. Sang ibu lalu berpesan, bila ia keluar atau ke mana-mana di hari weton di mana ia 3 kali kecelakaan, harus berhati-hati dan terlebih ibunya melarang bepergian jika keperluan tersebut bisa ditunda.

Yah, semoga saja sedikit ulasan saya tentang weton di hari naas yang terjadi dalam hidup kita, yang kerap kita acuhkan, di kemudian hari bisa lebih berhati-hati. Dan tentunya membuat kita eleng lan waspodo. ***

0 comments:

Post a Comment